Sejarah

Pertanyaan

jelaskan proses terjadinya reformasi Gereja di Eropa

1 Jawaban

  • Gereja Katolik selama berabad-abad telah mendominasi kehidupan sosial Eropa abad pertengahan, pengaruhnya telah merasuk ke dalam setiap aspek kemasyarakatan dan kebudayaan Eropa. Sehingga gereja mendapatkan kekayaan yang sangat besar dan kekuasaannya lebih dominan daripada komitmennya untuk mencari kesucian di dunia dan keselamatan di masa mendatang. Kekayaan yang melimpah, kekuasaan yang luas membuat orang-orang gereja melupakan tugas-tugasnya. Mereka lebih mengutamakan kepentingan sendiri dari pada kepentingan umat, kaum pendeta, mulai dari paus dan bawahannya menjadi pusat badai kritik sejak akhir zaman Pertengahan.
    Terdapat dua kelompok yang mendukung adanya Reformasi gereja, yaitu kelompok reformis sendiri ( Martin Luther, Johannes Calvin, Zwingli, John Knocx dll.) serta kelompok bangsawan. Rasionalisasi kelompok bangsawan mendukung reformasi ini adalah, pertama penarikan pajak dengan jumlah besar oleh Gereja, sehingga kas gereja melimpah dan mereka membangun gereja-gereja mewah di vatikan serta orang-orang gereja sering berpoya-poya dengan kekayaan teresebut. Ini memunculkan kecemburuan social kaum bangsawan local dan kemudian mendukung penuh para Reformis. Kedua adanya motivasi politik yaitu ambisi melepaskan diri dari kekuasaan imperium Romawi Katolik, serta keinginan untuk membentuk suatu Negara ( pemerintahan) sendiri yang dikenal dengan Negara bangsa ( Nasionalisme).
    Renaissans telah merevitalisasi kehidupan intelektual Eropa dan dalam perjalanannya membuang keasyikan abad pertengahan dengan teologi. Demikian pula , Reformasi menandai permulaan suatu cara pandang religius yang baru.[3] Reformasi Gereja lahir bukan dari orang-orang kalangan elit sarjana humanistic, melainkan dicetuskan oleh seorang biarawan Jerman yang tak dikenal dan teolog yang brilian yaitu Martin Luther. Sebelum Reformasi gereja dicetuskan oleh Martin Luther pada abad keempat belas, sewaktu para raja meningkatkan kekuasaan mereka dan sewaktu pusat-pusat perkotaan dengan orang awammnya yang canggih semakin banyak jumlahnya, rakyat mulai mempertanyakan otoritas gereja internasional dan kaum pendetanya. Para teoritis politik menolak klaim paus atas supremasi terhadap para raja.[4]
    Penolakan atas supremasi Gereja terhadap Raja diikuti oleh upaya menjadikan Gereja sebagai sebuah badan spiritual tanpa otoritas dalam ranah politik.[5] Keinginan untuk menghilangkan otoritas Gereja semakin meninggi ketika penyimpangan Gereja terpublikasi, yaitu pemilikan tanah oleh keuskupan, nepotisme,pengangkatan kerabat menjadi pejabat, penjualan surat pengampunan dosa, serta tindakan cellibate oleh Kepausan. Pada abad ini juga seorang reformis Inggris bernama John Wycliffe menyerang kepausan. John Wycliffe menantang wewenang spiritual gereja dengan menterjemahkan injil ke dalam bahasa Inggris. Tulisannya kemudian menginspirasi tokoh reformis lainnya.

Pertanyaan Lainnya